KISAH NYATA SANTRI LUMPUH
Assalamualaikum sahabat Jamian..
Sesuai janji pada malam ini saya mau share sebuah kisah sedih tentang salah satu santri Miftahul Huda.. siapkan tisu anda .. dan selamat membaca..Kisah nyata ini menceritakan sosok anak kecil umur 15 tahun yang penuh ketegaran dan kesabaran, Meski harus melalui jalan kehidupan yang penuh luka dan duka ia tetap semangat untuk mengaji menuntut ilmu di pondok ini...
Hasan itulah namaku, aku anak pertama dari enam bersaudara, aku memiliki lima adik yang masih kecil-kecil, dalam kesederhanaan aku melalui masa kecilku penuh kebahagian, ibuku adalah seorang ibu rumah tangga biasa namun bagi ku ia adalah bidadari hati yang selalu sabar dan penuh kasih sayang. Ayahku hanya pedagang obat herbal biasa, ia adalah sosok pahlawan yang selalu berusaha menjaga keluarganya. Aku memiliki Abah yang selalu memberi nasehat agama kepadaku setiap saat ku mengaji.
Rasanya aku ingin menangis mengingat masalaluku yang penuh dengan kebahagian. Saat itu aku masih bisa berjalan kakiku masih normal, aku bisa berlari kesana kemari menikmati indah dan luasnya bumi, namun kini aku harus bersabar dan penuh ketabahan, kakiku kini sudah tidak bisa berlari. Diatas dua penyanggah besi ini aku berjalan dengan hati-hati.. tapi aku masih bersyukur pada ya Allahm dalam keadaanku seperti ini, aku masih bisa mengaji dan mengisi waktuku dengan menuntut ilmu di pondok ini..
Aku masih mengingat awal mula kelumpuhan kakiku.. saat itu aku berumur 5 tahun, aku adalah anak yang penuh semangat, aku selalu menemani para pemuda kampung untuk mencari kayu bakar di hutan. Kurang lebih 10 kayu besar kami bawa ke kampung sebagai bahan kayu bakar untuk memasak. Lalu kayu bakar itu dibagi – bagi kepada seluruh warga. Termasuk keluargaku, kami mendapatkan 5 gundukan kayu pinus yang disimpan di gudang.
Kala itu aku sedang bermain dengan adiku dan kami main di gudang tempat penyimpanan kayu, dalam keriangan kami, aku coba untuk menaiki tumpukan kayu besar itu, tapi saat itu aku terpeleset dan kayu-kayu itu berjatuhan menimpa kakiku. Adikku kontak kaget dan menangis. Aku hanya bisa terdiam dan menahan rasa sakit. Lalu adikku mengendongku ke Rumah. Ada abah disana, namun aku menyembunyikan tragedi itu hingga tidak ada yang tau sampai dua bulan lamanya.
Tiba-tiba rasa sakit dan ngilu kurasakan disekitar kakiku, kaki mulai membengkak, melihat hal itu ayah dn ibu bergegas membawaku menuju rumah sakit, dan mendiagnosa bahwa kakiku harus diamputasi. Ayah tidak bisa menerima keputusan dokter itu, ia meminta dokter untuk mengececk kembali sampai tiga kali, dan hasilnya tetap sama. Akhirnya aku menyuruh adiku untuk menceritakan tragedi dua bulan lalu. Dan akhirnya seluruh keluarga tau dan ayahpun menrima diagnosa dokter. Tidak ada pilihan lagi, kaki harus diamputasi.. akhirnya aku menjalani beberapa kali oprasi untuk menyelamatkan jiwaku. Aku sudah pasrah aku kasihan sama ayah ibu dan abah.
Kesehatanku mulai terganggu aku harus dirawat penuh di Rumah sakit, lebih dari satu tahun, dua kali lebaran idul fitri aku masih berada di Rumah sakit, aku sudah kasihan melihat orang tua ku harus menjaga dan mengeluarkan biaya yang begitu besar, terkadang aku menangis dan meratapi hidup ini. Namun abah selalu menguatkanku. Dan akhirnya aku memutuskan untuk bisa dirawat di Rumah, aku ingin sekalah SD seperti yang lain.
Ayah selalu menggendongku menuju sekolah saat itu aku masih kelas satu SD, aku tau aku berbeda hinaan dan bulyan pasti selalu ada, tapi aku coba untuk bersabar dan tabah. Hingga kelas tiga SD akhirnya aku mencoba untuk menggunakan penyanggah besi di kaki.
Selesai SD , abah menyarankanku untuk Mondok dan aku pilih Miftahul Huda. Baru beberapa bulan aku mendapatkan cobaan aku terjatuh dan penyanggah kaki menusuk daging kakiku. Rasa sakit bukan main, aku dipulangkan dan harus menjalani oprasi. Setahun aku berhenti mesantren dan kini aku kembali lagi dan memutuskan untuk menggunakan dua tongkat besi untuk berjalan. Dan hingga saat ini alhamdulilah saya tetap bisa mengaji di pondok ini..
Sekian..
Nah sahabat FB jangan kalah sama Hasan meski dalam keterbasan tapi ia tetap semangat mengaji nah mengapa kita selalu malas ngaji padahal pisik kita sempurna
Lihat Lebih Sedikit
Maasyaa Alloh
BalasHapus